TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri dianggap terlalu memaksakan dalam penetapan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana sebagai tersangka kasus Payment Gateway. Kuasa hukum Denny, Heru Widodo Lancar, menyatakan Denny bukan ketua tim proyek, bukan pemegang kuasa anggaran, juga tak terlibat dalam hal teknis seperti penunjukan Doku maupun Finnet. "Persoalan pokok, apakah ini ada perintah Denny, kan tidak," kata Heru Rabu 25 Maret 2015.
Denny ditetapkan sebagai tersangka dalam program layanan pembuatan paspor biasa secara elektronik. Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.
Badan Pemeriksa Keuangan belum menentukan adanya kerugian keuangan negara. Anggota BPK, Achsanul Qosasi, menyatakan BPK sudah berkoordinasi dengan kepolisian ihwal audit program pembayaran paspor secara elektronik. "Kami belum menentukan jumlah kerugiannya," kata dia kepada Tempo, Rabu 25 Maret 2015.
Pengacara Denny lainnya, Defrizal, mengatakan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri tak punya alat bukti kuat dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka. Laporan hasil pemeriksaan BPK menyebutkan penerapan pembayaran paspor secara elektronik tak menimbulkan kerugian keuangan negara. "Kalau dasarnya laporan BPK, terlalu sumir dinaikkan ke penyidikan," ujar Defrizal.